Minggu, Agustus 05, 2012

Al-Quran Tafsir Jalalain Al Muddatstsir 1-7

Tafsir Jalalain al-Qur'an Surah Al Muddatstsir

"Hai orang yang berselimut!" yakni Nabi saw. Bentuk asal lafal al-muddatstsir ialah "al-mutadatstsir", kemudian huruf "ta" diidgamkan kepada huruf "dal" sehingga jadilah "al-Muddatstsir", artinya orang yang menyelimuti dirinya dengan pakaiannya sewaktu wahyu turun kepadanya.

Perincian peristiwa turunnya surah ini diterangkan Rasulullah SAW sebagai berikut;

Setelah sebulan lamanya aku berada di gua Hira' (untuk ber tahannus mencari kebenaran) dan aku bermaksud hendak meninggalkannya, tiba-tiba terdengar suara memanggilku. Aku lihat ke kiri dan ke kanan, namun aku tidak melihat apa-apa Kemudian ke belakang tetapi tidak aku lihat sesuatupun.

Lalu aku tengadahkan kepalaku ke atas, tiba-tiba aku menangkap bayangan dari malaikat (Jibril) yg sedang duduk di kursi antara langit dan bumi. Malaikat itu sedang berdoa kepada Alloh.

Aku begitu takut dan segera meninggalkan gua Hira'. Karena itu aku buru-buru pulang dan segera menemui Khadijah dan mengatakan: "Dassiruni dassiruni" kemulkan aku, kemulkan aku, hai Khadijah dan tolong basahi tubuhku dengan air dingin". Khadijah memenuhi permintaanku. Ketika aku tertidur berkemul kain yg menutupi seluruh tubuh, turunlah ayat, "Hai orang yang berkemul, bangunlah lalu berilah peringatan... dan ... perbuatan dosa tinggalkanlah".

Nabi Muhammad SAW sedang berkemul dengan selimut karena diliputi perasaan takut melihat rupa malaikat Jibril turunlah wahyu yang pertama kali, yg memerintahkan agar segera bangun dan memperingatkan umat yang masih sesat itu supaya mereka mengenal jalan yang benar.

Perkataan "qum" (bangunlah) menunjukkan bahwa seorang Rasul harus rajin, ulet dan tidak mengenal putus asa karena ejekan orang yang tidak senang menerima seruannya. Rasul tidak boleh malas dan berpangku tangan. Begitulah beliau semenjak turunnya ayat ini tidak pernah berhenti melakukan tugas dakwah. Hal itu dilakukan sepanjang hidup beliau dengan berbagai macam kegiatan yang berguna bagi kepentingan umat dan penyiaran agama Islam.

Adapun peringatan-peringatan yang disampaikan beliau kepada penduduk Mekah yang masih musyrik pada waktu itu, berupa peringatan betapa kerasnya siksaan Allah di Hari Kiamat kelak. Demi menyelamatkan diri dari azab tersebut hendaklah manusia mengenal Allah dan patuh mengikuti perintah Rasulullah SAW.

Syaikhain (Bukhari dan Muslim) mengetengahkan sebuah hadis melalui Jabir r.a. yang menceritakan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Aku telah menyepi di dalam gua Hira selama satu bulan. Setelah aku merasa cukup tinggal di dalamnya selama itu, aku turun dan beristirahat di suatu lembah. Tiba-tiba ada suara yang memanggilku, akan tetapi aku tiada melihat seseorang pun. Lalu aku mengangkat muka ke langit, tiba-tiba aku melihat malaikat yang mendatangiku di gua Hira menampakkan dirinya. Lalu aku kembali ke rumah dan langsung mengatakan, 'Selimuti aku!' Maka Allah menurunkan firman-Nya, 'Hai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah peringatan!'" (Q.S. Al Muddatstsir, 1-2)

Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang lemah melalui Ibnu Abbas r.a. bahwasanya Walid bin Mughirah mengundang orang-orang Quraisy untuk makan bersama di rumahnya. Setelah mereka selesai makan, Walid berkata,

"Bagaimana menurut pendapat kalian tentang lelaki itu (yakni Muhammad)?" Sebagian di antara mereka ada yang mengatakan, "Dia adalah tukang sihir." Sebagian lainnya mengatakan, "Dia bukan tukang sihir." Sebagian lagi di antara mereka ada yang mengatakan, "Dia adalah tukang tenung." Sebagian yang lain lagi mengatakan, "Dia bukan tukang tenung." Sebagian di antara mereka ada pula yang mengatakan, "Dia adalah penyair." Sebagian yang lainnya lagi mengatakan, "Dia bukan penyair." Sebagian yang lainnya lagi ada yang mengatakan, "Alquran yang dikatakannya itu adalah sihir yang ia pelajari sebelumnya."

Akhirnya berita tersebut sampai kepada Nabi saw. maka Nabi saw. menjadi sedih karenanya, lalu ia menyelimuti seluruh tubuhnya. Pada saat itulah Allah menurunkan firman-Nya, "Hai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah peringatan!" (Q.S. Al Muddatstsir, 1-2) sampai dengan firman-Nya, "Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah!." (Q.S. Al Muddatstsir, 7)

"Wa Robbaka fakabbir" (ayat 3). Ayat ini memerintahkan agar Nabi Muhammad SAW mengagungkan Alloh dengan bertakbir dan menyerahkan segala urusan kepada kehendak-Nya saja. Jangan mencari pertolongan selain kepada-Nya.

Membesarkan Allah dengan segenap jiwa dan raga tentu menumbuhkan kepribadian yang tangguh dan tak mudah tergoyahkan, sebab manusia yang beriman memandang bahwa tidak ada yang ditakuti selain Allah saja. Sikap ini perlu dihayati oleh seseorang dai (juru dakwah) yang tugasnya sehari-hari mengajak manusia ke jalan Allah.

Takbir (membaca Allahu Akbar ) memang luas artinya bagi orang yang tahu dan menyadari maknanya. Ayat ini juga mengandung arti bahwa Nabi Muhammad SAW diperintahkan supaya bertakbir yaitu membesarkan nama Tuhan-Nya melebihi dari segala sesuatu yang ada. Sebab setelah manusia mengenal pencipta alam dan dirinya sendiri dan yakin bahwa pencipta itu memang ada, maka hendaklah dia membersihkan zat-Nya dari segala tandingan-Nya. Bila tidak demikian, orang musyrikpun mengagungkan nama tuhan mereka, akan tetapi keagungan yang berserikat dengan zat-zat lain.

Ringkasnya membesarkan Allah berarti mengagungkan-Nya dalam ucapan dan perbuatan. Menyerahkan segala urusan hanya kepada-Nya saja, beribadah dan membersihkan zat-Nya dari segala yang mempersekutukan-Nya dan kepada-Nya lah tempat menggantungkan harapan. Kalau dipenuhi unsur-unsur yang demikian dalam cara membesarkan Allah, barulah sempurna penghayatan iman bagi seorang mukmin.

"dan pakaianmu bersihkanlah," (74:4)

Dalam ayat ini Alloh memerintahkan Nabi Muhammad SAW supaya membersihkan pakaian. Makna membersihkan pakaian menurut sebagian ahli tafsir adalah

a. Membersihkan pakaian dari segala najis dan kotoran, karena bersuci dgn maksud beribadah wajib hukumnya, dan selain beribadah sunah hukumnya. Ketika sahabat Ibnu `Abbas ditanya orang tentang maksud ayat ini, beliau menjawab bahwa, firman Alloh tsb berarti larangan memakai pakaian untuk perbuatan dosa dan penipuan. Jadi menyucikan pakaian dari najis dan kotoran. Dan pengertian yg lebih luas lagi, yakni membersihkan tempat tinggal dan lingkungan hidup dari segala bentuk kotoran, sampah dan lain-lain, sebab dalam pakaian dan tubuh serta lingkungan yg kotor banyak tdp dosa. Sebaliknya dengan membersihkan badan, tempat tinggal dan lain-lain berarti berusaha menjauhkan diri dari dosa. Demikianlah para ulama Syafi'iyah mewajibkan membersihkan pakaian dari najis bagi orang yg hendak salat. Begitulah Islam mengharuskan para pengikutnya selalu hidup bersih, karena kebersihan jasmani mengangkat manusia kpd akhlak yg mulia.

b. Membersihkan pakaian berarti membersihkan rohani dari segala watak dan sifat2 tercela. Khusus buat Nabi, ayat ini memerintahkan beliau menyucikan nilai-nilai nubuat (kenabian) yg dipikulnya dari segala yg mengotorkannya (dengki, sempit dada, pemarah dan lain2). Pengertian kedua ini bersifat kiasan (majazi), dan memang dalam bahasa Arab terkadang2 menyindir orang yg tidak menepati janji dgn memakai perkataan, "Dia suka mengotorkan baju (pakaian)-Nya". Dan kalau orang yg suka menepati janji selalu dipuji dgn ucapan, "Dia suka membersihkan baju (pakaian)-Nya".

Ringkasnya ayat ini memerintahkan agar membersihkan diri, pakaian dan lingkungan dari segala najis, kotoran, sampah dan lain-lain. Di samping itu juga berarti perintah memelihara kesucian dan kehormatan pribadi dari segala perangai yg tercela.

"dan perbuatan dosa tinggalkanlah," (QS. 74:5)

Dalam ayat ini Nabi Muhammad SAW diperintahkan supaya meninggalkan perbuatan dosa spt menyembah berhala. 'Rujza' sendiri berarti siksaan, dan dalam hal ini yg dimaksudkan ialah perintah menjauhkan segala sebab yg mendatangkan siksaan itu, yakni perbuatan maksiat termasuk yg dilarang oleh ayat ini ialah mengerjakan segala macam perbuatan yg menyebabkan perbuatan maksiat.

Membersihkan diri dari dosa adalah suatu kewajiban terutama bagi seorang dai, sebab kalau diri sang dai sendiri diketahui cacat dan aibnya oleh masyarakat, sulitlah perkataan dan nasihatnya diterima orang. Bahkan mubalig yg pandai memelihara diri sekalipun pasti menghadapi dua bentuk tantangan, yakni:

a. Boleh jadi orang yg diajak dan diserunya ke jalan Allah akan menepuk dada, memperlihatkan kesombongannya, sehingga merasa tidak butuh lagi dgn nasihat. Dengan kekayaan, ilmu pengetahuan atau jabatan tinggi yang dimilikinya, ia merasa tak perlu lagi diajak ke jalan Allah.

b. Mungkin pula sang dai dimusuhi oleh penguasa dan yg tidak senang kepadanya. Sang dai akan diusir, disiksa, diperkosa hak-haknya, diintimidasi, dilarang atau dihalang-halangi menyampaikan dakwah dan menegakkan yg hak. Semuanya itu merupakan akibat yg harus dihadapi bagi siapa saja yg berjihad di jalan Allah. Dan memelihara diri dari segala tindakan dan perkataan yg melunturkan nama baik di mata masyarakat adalah sebagian dari ikhtiar dalam rangka mencapai sukses dakwah yg diharapkan.

"dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yg lebih banyak" (QS. 74:6)

Dalam ayat ini Nabi Muhammad SAW dilarang memberi dgn maksud memperoleh yg lebih banyak. Artinya janganlah mengharap dgn usaha dan ikhtiar mengajak manusia ke jalan Alloh, dgn ilmu dan risalah yg beliau sampaikan kpd mereka dgn maksud memperoleh ganjaran atau upah yg lebih besar dari mereka. Tegasnya jangan menjadikan dakwah sebagai obyek bisnis yg mendatangkan keuntungan duniawi.
Bagi seorang Nabi lebih ditekankan lagi agar tidak mengharapkan upah sama sekali dalam berdakwah, guna memelihara keluhuran martabat kenabian yg dipikulnya

"Dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak" lafal "Tastaktsiru" dibaca Rafa' berkedudukan sebagai 'Haal' atau kata keterangan keadaan. Maksudnya, janganlah kamu memberi sesuatu dgn tujuan untuk memperoleh balasan yg lebih banyak dari apa yg telah kamu berikan. Hal ini khusus berlaku hanya bagi Nabi saw. karena sesungguhnya dia diperintahkan untuk mengerjakan akhlak2 yg paling mulia dan pekerti yg paling baik.

"Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah." (QS. 74:7)

Ayat ini memerintahkan supaya Nabi Muhammad SAW bersikap sabar, karena dalam berbuat taat itu pasti banyak rintangan dan cobaan yg dihadapi. Apalagi ketika berjihad hendak menyampaikan risalah Islamiyah. Sabar dalam ayat ini juga berarti tabah menderita karena disiksa atau disakiti karena apa yg disampaikan itu tidak disenangi orang. Bagi seorang dai ayat ini berarti bahwa ia dapat menahan diri dan menekan perasaan ketika misinya tidak diterima orang, ketika kebenaran yg diserukannya tidak dipedulikan orang. Janganlah putus asa, sebab tiada perjuangan yg berhasil tanpa pengorbanan. sebagaimana perjuangan yg telah dialami para Nabi dan Rasul.

Ada beberapa bentuk sabar yang ditafsirkan dari ayat di atas, misalnya: Sabar dalam melakukan perbuatan taat, sehingga tekun tidak dihinggapi kebosanan; sabar menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, menghadapi musuh, sabar ketika menghadapi cobaan dan ketetapan (qadar) Alloh, dan sabar menghadapi kemewahan hidup di dunia. Dengan sikap sabar dan tabah itulah sesuatu perjuangan dijamin akan berhasil, seperti yg diperlihatkan oleh junjungan kita Muhammad SAW.

---------------------------------------------------
ASBABUN NUZUL

Imam Thobroni mengetengahkan sebuah hadis dgn sanad yg lemah melalui Ibnu Abbas r.a. bahwasanya Walid bin Mughiroh mengundang orang2 Quraisy untuk makan bersama di rumahnya. Setelah mereka selesai makan, Walid berkata, "Bagaimana menurut pendapat kalian tentang lelaki itu (yakni Muhammad)?" Sebagian di antara mereka ada yang mengatakan, "Dia adalah tukang sihir." Sebagian lainnya mengatakan, "Dia bukan tukang sihir." Sebagian lagi di antara mereka ada yg mengatakan, "Dia adalah tukang tenung." Sebagian yang lain lagi mengatakan, "Dia bukan tukang tenung." Sebagian di antara mereka ada pula yg mengatakan, "Dia adalah penyair." Sebagian yang lainnya lagi mengatakan, "Dia bukan penyair." Sebagian yang lainnya lagi ada yg mengatakan, "Alquran yang dikatakannya itu adalah sihir yang ia pelajari sebelumnya." Akhirnya berita tersebut sampai kepada Nabi saw. maka Nabi saw. menjadi sedih karenanya, lalu ia menyelimuti seluruh tubuhnya. Pada saat itulah Allah menurunkan firman-Nya, "Hai orang yg berselimut! Bangunlah, lalu berilah peringatan!" (Q.S. Al Muddatstsir, 1-2) sampai dengan firman-Nya, "Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah!." (Q.S. Al Muddatstsir, 7)

"Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah" (QS. 74:7)

Imam Hakim di dalam Kitab Sahih mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. bahwasanya pd suatu hari Walid bin Mughirah datang kpd Nabi saw., lalu Nabi saw. membacakan kepadanya Al-Qur'an. Seolah-olah Walid luluh hatinya mendengar bacaan itu. Hal ini terdengar oleh Abu Jahal, maka dgn segera Abu Jahal mendatangi Walid dan langsung berkata kepadanya, "Hai paman! Sesungguhnya kaummu bermaksud menghimpun harta atau dana untuk kamu berikan kepada Muhammad dan sesungguhnya kamu telah mendatangi Muhammad untuk menawarkannya." Walid menjawab, "Sesungguhnya orang2 Quraisy telah mengetahui, bahwa aku adalah orang yg paling banyak hartanya di antara mereka." Abu Jahal berkata, "Kalau begitu, katakanlah sehubungan dgn Muhammad ini, suatu perkataan yg sampai kpd kaummu, bahwasanya kamu benar2 ingkar kepadanya dan bahwa kamu benci kepadanya." Walid menjawab, "Apakah yang harus kukatakan, demi Allah tiada seorang pun di antara kalian yg lebih mengetahui tentang syair selain aku dan tidak pula tentang rojaz dan tidak pula tentang qoshidah selain dari aku dan tidak pula tentang syair2 jin. Demi Allah apa yg telah dikatakannya itu tiada sedikit pun kemiripannya dgn hal2 tsb. Demi Allah! Sesungguhnya di dalam perkataannya itu benar2 terkandung keindahan yg memukau dan sesungguhnya apa yg dia katakan itu bercahaya pada bagian atas dan bagian bawahnya sgt cemerlang. Sesungguhnya apa yg dia katakan itu (yakni Al-Qur'an) benar2 tinggi dan tiada sesuatu pun yg lebih tinggi daripadanya. Sesungguhnya apa yg dia katakan itu benar2 dpt menghancurkan apa yg ada di bawahnya." Abu Jahal mengatakan, "Kaummu pasti tidak akan senang kepadamu sebelum kamu mengatakan hal-hal yang dibuat-buat mengenai dia." Walid berkata, "Kalau begitu, biarlah aku berpikir barang sejenak." Setelah ia berpikir lalu berkata, "Ya, Alquran ini adalah sihir yg ia pelajari dari orang lain". Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya "Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yg Aku telah menciptakannya sendirian." (Q.S. Al Muddatstsir, 11)

Sanad hadis ini berpredikat sahih sesuai dgn syarat Imam Bukhari, artinya disebutkan di dalam kitab sahihnya. Imam Ibnu Jarir dan Imam Ibnu Abu Hatim, keduanya mengetengahkan pula hadis yg serupa, hanya hadis yg diriwayatkannya ini melalui jalur-jalur periwayatan yg lain.

Tautan Luar: http://users6.nofeehost.com/alquranonline/
----------------------------------------------------------
Sent by Tjandra Kurniawan
YM: tjandrakurniawan@yahoo.com
----------------------------------------------------------

Tidak ada komentar: